By ; Langit Mularto
Mi’raj merupakan aspek kebudayaan Islam populer yang telah mendarah daging, dan menjadi tema kajian yang tak pernah berakhir atau objek alusi dalam kebudayaan Islam. Sejak awal, riwayat-riwayat tentang mikraj memiliki kedudukan khas dalam spiritual Islam. Naiknya Muhammad menjadi wacana yang tidak berkesudahan.
Peristiwa itu disinggung terus-menerus melalui alusi-alusi yang lembut, disertai pembahasan tentang wahyu, penglihatan kepada Allah, dan penglihatan seseorang yang tengah melakukan kontemplasi.
Mi’raj merupakan aspek kebudayaan Islam populer yang telah mendarah daging, dan menjadi tema kajian yang tak pernah berakhir atau objek alusi dalam kebudayaan Islam. Sejak awal, riwayat-riwayat tentang mikraj memiliki kedudukan khas dalam spiritual Islam. Naiknya Muhammad menjadi wacana yang tidak berkesudahan.
Peristiwa itu disinggung terus-menerus melalui alusi-alusi yang lembut, disertai pembahasan tentang wahyu, penglihatan kepada Allah, dan penglihatan seseorang yang tengah melakukan kontemplasi.
Mikraj tidak digambarkan dalam satu wacana yang khusus dalam Al-quran. Bukti tekstual Alquran yang utama untuk konsep ini ada;ah ayat pertama dari Surah Al-isra (Q.S. 17:1)
Mahasuci Dia yang membawa hamba-Nya dalam perjalanan di malam hari dari tempat sholat yang disucikan (masjid al-haram) ketempat shalat yang paling jauh (masjid al-aqsha) yang telah Kami berkahi dengan berkah Kami, sehingga Kami bisa tunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kami. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Ayat ini digabungkan dengan pemaparan tentang visi kenabian Muhammad (Q.S. 53:1-8), dan elemen-elemen lain dari peristiwa pandangan itu, seperti pohon lot (sidrah), yang kemudian dipadukan kedalam topografi Mikraj. Ayat ini juga dihubungkan denagn ayat Alquran lain yang terkenal, yakni tentang, “dibukanya dada Nabi Muhammad”. Surah Alquran yang pendek berikut menjadi bukti tekstual tentang pengambilan hati Nabi Muhammad dan penyusiannya dengan air Zamzam.
Bukankah telah Kami buka dadamu
Dan kami telah menghilangkan bebanmu darimu
Yang telah memberatkan punggungmu
Bukankah kami telah meninggikan sebutan namamu
Dalam setiap kesulitan ada kemudahan
Sesungguhnya dalam setiap kesulitan terdapat kemudahan
Ketika kamu bebas tetaplah bersiap
Dan kepada Tuhanmu, hendaklah kamu berharap
(Al-Insyirah, Surah ke-94)
Gambaran tentang Mikraj tampak semakin meluas seiring dengan merasuknya tradisi Islam kedalam berbagai wilayah yang berbeda, ditambah beberapa penjelasan yang lebih luas tentang tingkatan-tingkatan neraka dan gambaran fisik keadaan tempat para Nabi di langit yang tujuh.
Dalam beberapa kumpulan hadits paling awal, elemen-elemen penting Alquran (pohon lot [sidrah] dibatas yang jauh [al-muntaha]), sidrah-al-muntaha, pewahyuan Nabi Muhammad, dan pembukaan dada Nabi Muhammad ditemukan dalam tingkatan yang beragam dari naiknya Nabi Muhanmad melewati tujuh langit.
Riwayat-riwayat tentang mikraj menghubungkan tema-tema Alquran itu dengan tema-temapenting lain yang tidak disebutkan dalam Alquran. Nabi dibawa ke Jerussalem, Muhammad memasuki rumah kesucian (bait al-maqdis). Dari sana ia naik melewati tujuh langit, melihat rumah kehidupan (bait al-ma’mur) atau sebuah analogi surgawi.
Tidak diketahui dengan pasti apakah sebelum atau sesudah melihat sidrah (tergantung riwayatnya), Nabi Muhammad datang kehadapan Tuhan dan diperintahkan untuk memerintah umatnya mendirikan shalat yang diwajibkan limapuluh kali sehari. Lalu atas anjuran Nabi Musa, ia terlibat dalam satu rangkaian negosiasi, dan akhirnya ia mendapatkan perintah shalat lima kali dalam sehari yang pahalanya sama dengan shalat limapuluh kali dalam satu hari.
Hadits-hadits ini menyuguhkan beberapa variasi menarik dalam tema yang luas ini. Dalam salah satu hadis dicertakan bahwa Nabi naik melewati langit, langsung setelah dadanya dibuka;dan dalam hadits itu, perjalanan malamnya menuju Masjud al-aqsha dan Bait-almuqqaddas tidak disebutkan. Pada shahih Muslim akhir riwayatnya berbeda denag penglihatan sidrah setelah melakukan negosiasi tentang jumlah kewajiban shalat.
Meskipun begitu, versi yang lain dalam shahih Muslim dimulai dengan pembukaan dada Muhammad, langsung berpindah pada peristiwa Mikraj (tanpa menceritakan perjalanan menuju Jerussalem), dan menempatkan bagian kisah tentang pengujian dengan anggur dan susu setelah peristiwa Mikraj.
Berbeda pula dalam sirah karya Ibn Ishaq yang dikisahkan kembali oleh Ibn Hisyam. Cerita tentang Mikraj diceritakan lebih mendetail ketimbang yang terdapat dalam hadits riwayat Muslim. Lebih jauh, masalah-masalah teologis yang terungkap didalamnya turut membedakan kedua riwayat ini. Ibn Hisyam memunculkan perdebatan-perdebatan awal sekitar validitas dan kemungkinan peristiwa perjalanan dimalam hari itu. Ia juga mengungkapkan pandangan Nabi Muhammad saw., Aisyah bahwa perjalanan dimalam hari dan Mikraj merupakan peristiwa yang murni bersifat spiritual. Sambil bersumpah, Aisyah menyatakan bahwa ia bersama Nabi selama waktu itu dan bahwa tubuhnya tidak berpindah sama sekali.
Wallahu a’lam bishawab.