By: Langit Mularto
Nyalakan pelita dan bakarlah setanggi di sekitar ranjangku,
dan tebarkanlah kenanga, melati, mawar, kemuning, kembang kantil
hingga tujuh aneka bunga menyelimuti tubuhku.
Basuhi rambutku dengan wangi kesturi dan seka kakiku dengan wewangian kebun bungamu,
lalu rapalkan apa yang oleh jemari kegelapan telah dituliskan di dahiku.
Biarkan aku istirahat selamanya dari lelahku di dunia dalam pelukan mimpi yang tak kenal kembali,
karena lelahlah kelopak mata ini.
Biarlah larik-larik perak yang diturunkan dari langit menyirami tubuhku.
Keringkan airmatamu karena telah kulihat sepasang sosok maut tersenyum di antara dipanku dan dinding keabadian.
Dengarlah hembusan nafasku yang terakhir, dekatkan telingamu untuk mendengar desah kepak sayap-sayap malaikat yang putih.
Bersimpuhlah di sisiku dan ucapkan selamat tinggal padaku, kecuplah mataku dengan bibir tersenyum.
Genggamlah tanganku, remaslah lembut dengan jemarimu yang halus dan merah jambu.
Tataplah dengan teduh mataku dan lihatlah bayangan-bayangan malaikat yang telah bersiap di sana.
Nantikanlah tiap detik kehendak-Nya berpacu dengan nafas terakhirku.
Lalu biarkan tangan-tangan keabadian menerobos perlahan maut itu memisahkan antara jasadku dan ruhku, mengajakku menyusuri lorong putih yang tak kenal kembali.
Lepaskan ruh kebebasanku untuk menjulang di alam yang sempurna tiada batas. Biarkan jiwaku menuruni gurun dan ladang di balik tabir putih yang tampak seperti musim semi di sahara.
Bersambung...