Kamis, Oktober 06, 2011

MENGAMBIL HIKMAH DARI SEEKOR ANJING

Buku ini saya dapatkan atas rekomendasi teman saya yang sangat ingin sekali mendapatkannya, cukup sulit memang mendapatkan buku karya Marhaeni Eva, dengan tebal sekitar 274 halaman.
Buku ini berkisah tentang seorang (bernama) Srikandi. Dimana dia memiliki dua kepribadian. Di kala siang hari, dia dikenal oleh masyarakat sebagai orang gila yang menghibur. Di Pasar, di jalanan, di depan sekolahan di perkampungan semua orang mengenalnya. tapi di malam hari, dia menjadi seorang individu yang memiliki sisi komplekstivitas yang tinggi. Banyak melontarkan kisah-kisah sindiran pada negeri ini. dia berperilaku seperti orang gila yang senang mengomentari kinerja para petinggi pemerintahan dengan kritikan-kritikan humoris yang penuh makna. Namun, saat bulan mulai membuka mata, Srikandi berkepribadian layaknya manusia yang sedang mencari jati dirinya. Ia sangat rapuh, ia mencari serpihan-serpihan memori yang ada dalam masa lalu, mencari sebab yang membuatnya menjadi wanita yang hilang akal di pagi hari. diceritakan dengan alur yang gak mudah di tebak dan dengan tata bahasa yang agak susah dipahami pula.
Buku ini banyak menggunakan kosa kata berbahasa Jawa. Namun, pada halaman belakang telah dituliskan arti-arti dari kosakata tersebut sehingga pembaca tetap dapat memahami alur cerita dalam novel ini.
Membaca buku ini mengingatkan saya pada pernyataan Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab Kasyifah al-Saja. Kitab ini barangkali tidak asing lagi di kalangan pesantren, khususnya pesantren salaf yang masih memegang tradisi kitab kuning (al-kutub al-shafra’) atau kitab klasik (al-kutub al-qadimah). Berikut ini pernyataan yang penuh makna tersebut: (lihat Kasyifah al-Saja hal. 103 versi Maktabah Syamilah al-Ishdar al-Tsani atau merujuk langsung ke kitabnya)


Dalam diri seekor anjing terdapat sepuluh sifat mulia yang laik kita tiru. Mari kita baca satu per satu, lalu kita renungkan bersama.
1. Anjing terus menerus hidup dalam kondisi lapar. Inilah sifat orang-orang yang saleh. Kita seyogianya tak terpanah akan kebutuhan perut. Jangan sampai predikat abd al-buthun (abdi perut) disematkan di pundak kita. Toh, sejatinya perut yang selalu dipenuhi makanan, lambat laun akan terjejali dengan berbagai penyakit.
2. Pada malam hari anjing tidur dalam waktu yang singkat. Ini adalah sifat orang-orang yang suka bertahajjud. Malam bukan hanya hak kita semata sehingga kita bebas menghabiskan sepenuhnya untuk tidur dalam buaian mimpi. Tahajjud menjadi pembeda antara orang yang malas dan tidak.
3. Bila anjing diusir ribuan kali, ia akan tetap menepi di ambang pintu rumah tuannya. Ini adalah sifat orang-orang yang benar. Ketaatan kepada Allah hendaknya bersemayam dalam diri kita dalam situasi genting sekalipun.
4. Tatkala anjing mati, ia tidak meninggalkan banyak warisan. Ini adalah sifat orang-orang yang zuhud. Harta benda yang menjadi kenikmatan di dunia ini boleh kita miliki, namun hati kita tak boleh terhipnotis olehnya. Zuhud seperti inilah yang disebut dengan zuhud modern. Zuhud tidak selamanya dengan melepas diri dari harta, tapi zuhud juga bisa dilakukan dalam kondisi kaya. Yakni dengan mentasarrufkan harta tersebut ke wilayah amal yang baik.
5. Anjing tidak mengeluh ditempatkan di belahan bumi yang paling hina sekalipun. Ini adalah sifat orang-orang yang rela. Karakter yang kelima ini hendaknya kita genggam. Sedikit atau banyak nikmat yang dilimpahkan Allah kepada kita, harus kita syukuri. Kita hendaknya senantiasa melatih jiwa dan raga kita untuk menerima ketentuan Allah.
6. Anjing tidak henti-hentinya menatap mata orang lain hingga ia dilempari sepotong daging. Ini adalah sifat orang-orang yang miskin. Di hadapan Allah, kita tak ubahnya orang miskin papa yang tak pernah putus asa mengharap anugerah-Nya.
7. Anjing tak marah meski menerima perlakuan kasar dan dilempari debu. Ini adalah sifat orang-orang yang rindu kepada Tuhannya.
8. Jika ada yang merebut tempatnya, ia rela bergeser/berpindah ke tempat lain. Ini adalah sifat orang-orang yang terpuji.
9. Apabila diberi makanan seberapapun besarnya, ia akan memakannya dengan lahap. Ini adalah sifat orang-orang yang menerima.
10. Ketika bepergian dari satu tempat ke tempat lain, ia tidak membawa bekal apapun. Ini adalah sifat orang-orang yang pasrah kepada Allah.
Demikianlah beberapa hikmah yang bisa kita petik dari seekor anjing. Jadi tepat kiranya jika saya mengatakan, “Mari berguru kepada anjing.” Tulisan ini adalah nasihat untuk diri saya sendiri. Semoga juga bermanfaat bagi teman-teman. Amin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar