Ribut-ribut tentang film fitna garapan politisi Belanda Geertz Wilders membuat Islam semakin resisten terhadap hal-hal seperti ini. Masalah film itu semakin menunjukkan bahwa dunia makin tidak beritikad baik terhadap Islam. Iklim inji juga menaburi banyak kaum muslimin sendiri.
Islam itu Islam. Islam tetap Islam, tak pernah bergeser sedikit pun dari kebenarannya. Silahkan orang diseluruh muka bumi membenci, mencurigai, atau bahkan meninggalkan Islam. Pengaruhilah dunia sehingga tidak seorangpun memeluk Islam. Hasilnya, Islam ya Islam. Islam tidak akan berubah sedikit pun karena disalah pahami. Islam tidak menjadi lebih tinggi karena dicintai, dan tak menjadi lebih rendah karena dibenci.
Silakan orang curiga terus kepada Islam. Silakan menyelewengkan, silakan memfitnah, silakan memanipulasi pada dirinya sendiri. Islam tidak mungkin berubah. Laa Raiba Fiih, Tidak ada keraguan padanya. Kalau orang ragu, itu urusan dialah. Islam tak rugi, Islam bebas dari untung rugi. Islam baqa kebenaranya. Manusia sajalah yang terikat untung rugi. Islam tak pernah tertawa karena dinikahi dan tak pernah menangis karena dicerai. Islam tak punya kepentingan terhadap manusia. Manusialah yang berkepentingan terhadapnya.
Sebelum film ini pun, di Indonesia pernah terjadi penyebaran angket mengenai tokoh idola. Penyebaran angket yang dilakukan oleh sebuah media diawal 90-an secara mengejutkan menempatkan Nabi Muhammad Saw. Diperingkat 11.
Untunglah nabi lahir kedunia tidak untuk dikagumi. Ia bukan terminal pemberhentian. Ia adalah jalan, Ia adalah cahaya dijalan menuju Allah. Nabi tidak bersedia digambar atau dipatungkan. Dengan kata lain Ia tidak mau diidolakan. Tuhanlah idola segala idola. Substansi dan manajemen 99 sifat-Nya kita tiru. Kita tidak punya kapasitas untuk mengenali-Nya. Oleh karena itu cukup kita “raba” lewat parallel-paralel-Nya, yakni struktur wujud alam semesta, struktur wujud kitab suci, serta wujud kemanusian ini sendiri.
Akan tetapi sebaiknya umat Islam sebaiknya mengantisipasi kasus tersebut sebagai “kritik tak sengaja” betapa introduksi dan sosialisasi kepribadian islam belum cukup efektif dan tajam, juga dikalangan umat muslimin sendiri.
Banyak dari kita umat Islam (termasuk saya) belum dapat memahami Islam secara komprehensif. Bandingkan dengan ilmuan Kristen di Barat seperti Karen Amstrong, Anemarie Schimmel atau Richard Nicholson dan Juldian Baldick yang telah memahami Islam dengan baik.
Contoh paling sederhana kita masih rebut tentang poligami. Padahal tidak semua yang ada dalam Al-Quran sebagai sebuah hukum. Poligami hanya sebuah pilihan. Anda ingin melakukannya, itu tidak dosa. Atau anda ingin meninggalkannya juga tidak bertentangan.Alquran hanya bercerita Rasul pernah melakukannya secara adil. Perkara kita ingin melakukannya, adakah ilmu kita telah sederajat dengan beliau? Betapa kurang ajarnya kita yang selalu menyandingkan kita sejajar dengan beliau.
Jadi orang seperti geertz widers yang tak paham Islam, adalah gambaran kita umat Islam kebanyakan yang belum mengerti keyakinannya sendiri. Kalau kita marah pada politisi itu, apakah tidak sebaiknya kita marah pada diri sendiri. Semoga Allah masih menganggap kita Islam meski tak paham Islam.
Wallahu Alam Bishawab.
Mularto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar